Bumi sudah memandang Langit semenjak waktu belum diciptakan.
Tak pernah luput sedetik pun Langit dalam bayang Bumi. Pandangan terhangat
pertama dalam sejarah galaksi. Dan arti dari itu masih belum terungkap.
Sebelum ada manusia, Bumi tidak tahu apa-apa. Tetapi
semenjak Manusia bercocok tanam dengan penuh perhatian, Bumi belajar tentang
cinta dan kasih sayang.
Sementara itu, Langit bersama para Bintang sedang
ngerumpi asyik di halaman semesta. Membicarakan perihal pandangan bumi yang
makin lama makin kuat. Ini gosip panas. Para bintang tak akan kelewatan satu
berita pun.
“Aku dengar ini dari Petir yang menginjak bumi saat
mereka membicarakan ini.” Salah satu Bintang berbisik menanggapi curahan hati
langit. “Ini adalah tentang cinta. Rasa tertarik antara satu dengan yang lain,
dan kebahagiaan.”
“Jadi, apakah aku catuh cinta pada Bumi?” Tanya
Langit lugu.
“Tidak-Tidak,” Jawab bintang yang lain cepat.
“kurasa Bumi lah yang jatuh cinta padamu.”
“He?.. Ap-apa?” Seru langit terbata-bata tanpa menyadari
wajahnya yang merona merah. “Yah memang benar sih aku dan dia sudah bersama
semenjak awal waktu. Tapi… tak kusangka ia akan benar-benar mencintaiku.”
“Yasudah, Apa rencanamu? Apakah kau akan membalasnya?”
“Hmm…” Langit mencari jawaban dari pertanyaan
Bintang, makin ia berpikir makin jelas warna merah yang meluap di pipinya. “Ya,
Kurasa aku akan membalasnya.” Ucapnya malu-malu.
Bintang-Bintang bersorak sorai gembira, membuat
malam sedikit lebih terang. Tak ada yang menyangka Langit akan mengambil langkah.
Para bintang lalu merencanakan sebuah balasan cinta.
Salah satu dari mereka memanggil Petir dan Awan untuk berkumpul bersama. Rapat
rencana pun dimulai. Pidato para Bintang yang berapi-api dilancarkan. Anggota
diskusi tidak ada yang bercanda. Beberapa dahi berkerut kebingungan. Ini
diskusi serius.
***
Harinya
pun tiba.
Bumi
sedang duduk-duduk santai ketika ia merasakan udara berubah lembab. Saat
kemudian Awan datang menurunkan hujan ke atasnya.
Air
dari Langit untuk Bumi. Senyum bumi merekah lebar saat butir-butir hujan
menyentuhnya. Hujan adalah waktu dimana Langit terasa lebih dekat. Harum tanah
basah tercium dimana-mana. Bumi tidak pernah menyia-nyiakan saat-saat seperti
ini untuk melakukan hal lain.
Lalu
Petir datang tanpa ijin. Merobek hujan berkeping-keping sampai bumi tak lagi
terbaring.
Petir
datang ke depan Bumi.
“Langit
juga mencintaimu.” Gelegarnya. Detik berikutnya Petir sudah menghilang.
Hujan masih turun.
Bumi terbengong mendengar perkataan Petir. Senyumnya
tak terdeteksi lagi.
Awan menyingkir dan Matahari bersinar terang diatas
Bumi. Air laut tercium dari kejauhan. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, Bumi
berjalan ke dekat Laut.
“Hei Laut. Aku butuh bantuanmu.” Seru bumi ketika ia
sudah berjongkok di pinggir Laut.
“Apapun kawanku, Apapun.” Jawab laut melambaikan
tangan ombaknya.
“Aku ingin kau sampaikan pesan ke Awan untuk
Langit.” Bumi terlihat agak ragu. Tapi laut meyakinkannya. “Sampainkan, bahwa
aku adalah Bumi dan Langit adalah Langit. Maaf, tapi itulah kita. Kirimi saja
aku hujan jika Langit berkenan.”
“Hanya itu?”
“Iya.” Bumi menelan ludahnya. Ia berbalik
meninggalkan laut. “Terimakasih.” Tambah bumi menahan air matanya.
***
Hujan datang Lebih sering dari sebelumnya. Bumi
hanya duduk saja menikmati hari. Ia tahu Langit akan mengerti.
Mereka sudah bersama sejak selamanya dan akan tetap bersama
selamanya. Tapi Bumi dan Langit hanya bisa bersama. Tak akan bisa mendekat.
Langit tak akan bisa ngopi di sebuah café bersama
Bumi sambil bercuap-cuap tentang cuaca, Langit tak akan bisa pegi ke bioskop
membawa popcorn di sebelah kanannya dan menggenggam tangan Bumi di sebelah
kirinya.
Langit dan Bumi tetaplah Langit dan Bumi. Saling
mencintai walau tak memiliki.
No comments:
Post a Comment