Sunday, January 25, 2015

Cinta Bumi Terhadap Langit

Bumi sudah memandang Langit semenjak waktu belum diciptakan. Tak pernah luput sedetik pun Langit dalam bayang Bumi. Pandangan terhangat pertama dalam sejarah galaksi. Dan arti dari itu masih belum terungkap.
Sebelum ada manusia, Bumi tidak tahu apa-apa. Tetapi semenjak Manusia bercocok tanam dengan penuh perhatian, Bumi belajar tentang cinta dan kasih sayang.

Sementara itu, Langit bersama para Bintang sedang ngerumpi asyik di halaman semesta. Membicarakan perihal pandangan bumi yang makin lama makin kuat. Ini gosip panas. Para bintang tak akan kelewatan satu berita pun.
“Aku dengar ini dari Petir yang menginjak bumi saat mereka membicarakan ini.” Salah satu Bintang berbisik menanggapi curahan hati langit. “Ini adalah tentang cinta. Rasa tertarik antara satu dengan yang lain, dan kebahagiaan.”
“Jadi, apakah aku catuh cinta pada Bumi?” Tanya Langit lugu.
“Tidak-Tidak,” Jawab bintang yang lain cepat. “kurasa Bumi lah yang jatuh cinta padamu.”
“He?.. Ap-apa?” Seru langit terbata-bata tanpa menyadari wajahnya yang merona merah. “Yah memang benar sih aku dan dia sudah bersama semenjak awal waktu. Tapi… tak kusangka ia akan benar-benar mencintaiku.”
“Yasudah, Apa rencanamu? Apakah kau akan membalasnya?”
“Hmm…” Langit mencari jawaban dari pertanyaan Bintang, makin ia berpikir makin jelas warna merah yang meluap di pipinya. “Ya, Kurasa aku akan membalasnya.” Ucapnya malu-malu.
Bintang-Bintang bersorak sorai gembira, membuat malam sedikit lebih terang. Tak ada yang menyangka Langit akan mengambil langkah.
Para bintang lalu merencanakan sebuah balasan cinta. Salah satu dari mereka memanggil Petir dan Awan untuk berkumpul bersama. Rapat rencana pun dimulai. Pidato para Bintang yang berapi-api dilancarkan. Anggota diskusi tidak ada yang bercanda. Beberapa dahi berkerut kebingungan. Ini diskusi serius.

***
Harinya pun tiba.
Bumi sedang duduk-duduk santai ketika ia merasakan udara berubah lembab. Saat kemudian Awan datang menurunkan hujan ke atasnya.
Air dari Langit untuk Bumi. Senyum bumi merekah lebar saat butir-butir hujan menyentuhnya. Hujan adalah waktu dimana Langit terasa lebih dekat. Harum tanah basah tercium dimana-mana. Bumi tidak pernah menyia-nyiakan saat-saat seperti ini untuk melakukan hal lain.
Lalu Petir datang tanpa ijin. Merobek hujan berkeping-keping sampai bumi tak lagi terbaring.
Petir datang ke depan Bumi.
“Langit juga mencintaimu.” Gelegarnya. Detik berikutnya Petir sudah menghilang.



Hujan masih turun.
Bumi terbengong mendengar perkataan Petir. Senyumnya tak terdeteksi lagi.
Awan menyingkir dan Matahari bersinar terang diatas Bumi. Air laut tercium dari kejauhan. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, Bumi berjalan ke dekat Laut.
“Hei Laut. Aku butuh bantuanmu.” Seru bumi ketika ia sudah berjongkok di pinggir Laut.
“Apapun kawanku, Apapun.” Jawab laut melambaikan tangan ombaknya.
“Aku ingin kau sampaikan pesan ke Awan untuk Langit.” Bumi terlihat agak ragu. Tapi laut meyakinkannya. “Sampainkan, bahwa aku adalah Bumi dan Langit adalah Langit. Maaf, tapi itulah kita. Kirimi saja aku hujan jika Langit berkenan.”
“Hanya itu?”
“Iya.” Bumi menelan ludahnya. Ia berbalik meninggalkan laut. “Terimakasih.” Tambah bumi menahan air matanya.

***

Hujan datang Lebih sering dari sebelumnya. Bumi hanya duduk saja menikmati hari. Ia tahu Langit akan mengerti.
Mereka sudah bersama sejak selamanya dan akan tetap bersama selamanya. Tapi Bumi dan Langit hanya bisa bersama. Tak akan bisa mendekat.
Langit tak akan bisa ngopi di sebuah café bersama Bumi sambil bercuap-cuap tentang cuaca, Langit tak akan bisa pegi ke bioskop membawa popcorn di sebelah kanannya dan menggenggam tangan Bumi di sebelah kirinya.
Langit dan Bumi tetaplah Langit dan Bumi. Saling mencintai walau tak memiliki.

No comments:

Post a Comment