Aku Arnold. Dan Mary, adalah penyihir wanita paling mengerikan
yang pernah kukenal. Selama aku sekelas dengannya, dia telah berkali-kali
menyihirku. melewati kemampuanku untuk
sekedar tahu.
Mary bisa menyihirku dari jarak jauh sekalipun ia
ingin. Tinggal kirimi aku pesawat kertas, walaupun hanya sapa, kuyakin aku akan
langsung ceria. Dan suasana kelas yang tadinya penuh angka dan jaring laba-laba,
menjadi dunia pelangi jenaka dan kudamba.
Aku curiga, barangkali dia bisa membuatku
meruntuhkan pemerintahan jepang jika dia memintaku. Atau mungkin dia bisa
membuatku menciptakan patung liberty kedua di halaman rumahnya. Untung saja dia
belum pernah memintaku melakukannya. Lebih tepatnya, ia belum sadar kalau ia
adalah penyihir.
Huft, jika saja ia sudah tahu, mampus saja aku, tak
ada lagi yang namanya kontrol tubuh untukku. Pasti setiap inci tubuhku sudah
jadi miliknya, seluruh organku dapat dikendalikan olehnya. Mary dapat membuat
jantungku lupa berdegup hanya dengan memandangku, atau membuat paru-paruku
terbakar hanya dengan menyentuh tanganku, atau menyetop kerja otakku hanya
dengan berbicara denganku. Segala hal serasa ada dalam genggamnya.
Mengerikan. Penyihir itu mengerikan. Mary si
mengerikan.
***
Tanggal di mana Mary jadi penyihir tidak dapat
kupastikan. Mary tidak langsung menjelma sebagai penyihir dalam satu malam.
Butuh sebulan lebih untuknya memantapkan kekuatan. Bulan yang kumaksud adalah
desember dan sedikit januari. Saat itu aku tak sengaja bertemu dengannya di toko
buku. Entah percakapan apa yang berlangsung, tapi aku ingat sihir pertama yang
ia lakukan; sihir patung. Persis kemampuan medusa, perempuan cantik berambut
ular dari mitologi yunani yang membekukan siapapun yang melihat matanya. Tapi
dia tidak menyihirku dengan matanya, ia melakukannya dengan senyumnya. Sihir patungnya
bekerja di akhir percakapan saat dia melontarkan senyum penutup obrolan, dan
baru lepas setelah lama ia berjalan ke kasir.
Sihir kedua terjadi di perpustakaan kota, akhir
bulan desember. Hari minggu itu perpustakaan hampir tak berpengunjung, kecuali
aku dan Mary. Kita berjanji mengerjakan tugas sejarah bersama. Sihirnya
berlangsung sangat kuat dari pertama kali aku membuka pintu perpustakaan sampai
aku pulang kerumah. Jenis sihir ini adalah tingkat atas, sangat rumit. Banyak
sekali yang terjadi; Mary membuat kakiku gemetaran, darahku mengalir deras dan
jantungku berpacu kencang. Yang paling parah adalah mataku tak mau bergerak atas kemauanku
sendiri, setiap pandangan kami bertemu pasti bola mataku bergerak ke tempat
lain dengan sendirinya.
Sihir-sihirnya yang lain tak dapat kuingat dengan
jelas. Sudah berjuta-juta kali ia melakukannya, Membuatku menjadi patung dan
lain-lain. Aku heran kenapa sihirnya hanya bekerja padaku. Habisnya saat Mary
tersenyum pada teman-temanku yang lain, tak ada yang menjadi patung. Dan tak
ada yang menolak pandangan matanya ketika mereka berbicara dengannya.
Yang pasti saat ini tujuanku satu: Jadi penyihir.
Aku harus bisa melawan Mary jika suatu saat ia menantangku berduel. Aku harus
membalaskan dendamku! Tak mungkin aku diam saja setelah berjuta-juta kali
disihirnya. Memangnya dia kira aku itu apa? Samsak latihan?
Kakekku pernah bilang, kalau perpustakaan adalah
rumah untuk segala ilmu. Jadi aku habiskan semua waktu istirahatku untuk
belajar ilmu sihir di perpustakaan sekolah. Membaca How to be a Witch: The Path
of Nature karya Amber K. Kata penjaga perpustakaan buku ini tak boleh
dipinjamkan. Aku hanya bisa membacanya di sekolah. Kutemukan buku ini secara
tidak sengaja saat aku dan Mary mencari buku biologi. Ia tidak tahu kalau aku
telah menemukan buku ini, posisinya sudah ku pindahkan dari rak ia berasal
tanpa sepengetahuan penjaga perpustakaan, kulakukan itu agar Mary tak dapat
menemukannya. Ia tak boleh menjadi lebih kuat daripada ini.
***
Diluar kuasaku, ternyata kemampuan Mary bertambah
kuat dengan sendirinya. Ia tidak perlu lagi berbicara denganku untuk
memberhentikan kerja otakku. Dia sudah ada di pikiranku sebelum aku
menyadarinya. Ini gawat. Sangat gawat. Semua tugasku terganggu karna
keberadaannya di benakku. Aku harus menjadi penyihir secepatnya, sebelum Mary
dapat menghentikan jantungku hanya dengan tersenyum padaku. Ini ancaman
kematian.
***
Di pertengahan semester aku menemukan penyihir lain.
Kali ini laki-laki, Namanya Joseph. Sihirnya lebih kejam dari sihir Mary. Tapi
cara kerjanya lebih aneh, tidak seperti Mary yang harus berinteraksi denganku
untuk menyihirku, Joseph menyihirku dengan cara lain. Ia menciptakan sensasi
tak nyaman di perutku saat ia mengobrol dengan Mary. Aneh bukan? Terkadang juga
ia membakar seluruh tubuhku ketika ia tertawa bersamanya. Dan sihirnya yang
paling parah bekerja di koridor sekolah, saat kulihat ia menggandeng tangan Mary,
ia menusuk jantungku dengan pisau tak terlihat.
Sihirnya bertujuan untuk melukai, dadaku terasa
sakit sekali.
Joseph si dukun. Yang menyakiti dengan boneka voodoo tak terlihat. Aku membencinya.
Sialan. Ia telah menusukku berkali-kali dengan menggenggam tangan Mary. Joseph
bukan penyihir sembarangan, rasa sakitnya makin lama-makin dahsyat. Kematian
sudah dekat; Aku harus jadi penyihir secepatnya.
Setelah beberapa hari akhirnya aku menyelesaikan
buku How to be a Witch. Jujur aku bukan pembaca yang handal. Tapi aku tahu
kerja kerasku belajar sihir membuahkan hasil. Aku mencoba sihirku pada Jane,
yang selalu memperhatikanku saat jam pelajaran semenjak aku mulai belajar sihir.
Jane terpengaruh kekuatan yang tidak sengaja kukeluarkan. Jadi kucoba sihir
patung kepadanya. Dan berhasil! Senyumku membuatnya mematung! Haha… tak sia-sia
perjuanganku. Kucoba sihir jenis lain; Aku pegang tangannya saat tak ada siapapun
di kelas, dan pipinya berubah merah, sangat merah. Itu artinya sihir membakarku
sukses besar. Kebahagiaanku memuncak. Aku sudah jadi penyihir!
Keesokan harinya aku coba sihirku pada Joseph
Kutemukan Joseph di koridor saat jam pergantian
pelajaran. Tanpa ragu, Kukerahkan senyum terlebarku ke wajahnya dengan tujuan
membuatnya menjadi patung secara permanen. Tapi tak ada yang terjadi padanya.
Aneh. Kucoba lagi, kali ini lebih lebar. Dan tetap tak ada yang terjadi
padanya. Joseph hanya mengataiku orang aneh lalu berjalan meninggalkanku. Ini
aneh. Padahal kemarin sihirku bekerja pada Jane, tapi kenapa Joseph tidak
mempan kusihir? Ah, Aku akan mencoba sihir yang lain. voodoo.
Saat istirahat, aku pergi ke bangku Mary. Aku
mengobrol bersamanya untuk mengulur waktu. Dan saat Joseph menghampiri kami, dengan
cepat kupegang tangan Mary, kugenggam erat. Mata Joseph terbelalak. Yes!
Berhasil! Sihirku berhasil! Rasakan itu, Joseph si dukun sialan. Rasakan
sakitnya tusukan jantung yang berkali-kali kau lakukan padaku. Saat selanjutnya
aku tak begitu ingat. Tiba-tiba ada tinju besar melayang di pipiku. HA! Joseph
telah kehilangan kekuatan sihirnya. Dia sekarang menyakitiku lewat fisik. Sihirku
bekerja sangat hebat, sampai-sampai membuat Joseph kehilangan kekuatan
sihirnya. Tapi sekarang bukan waktunya memikirkan itu. Sekarang waktunya
perang, Duel. Melawan dukun sialan dari neraka.
Aku bangkit dan memfokuskan mataku pada Joseph.
Berjaga kalau-kalau ada tinju lain terbang. Benar saja, tangan kiri Joseph
melaju ke perutku. Dengan reflek cahaya, aku menghidar. Ia meninju angin, Dan
selagi ia meninju angin. Kudaratkan satu pukulan terbaikku ke pipinya. Ia
terpental jauh. Selama ini ilmu yang kupelajari adalah ilmu sihir, bukan bela diri.
Jadi kemungkinan aku menang melawannya sedikit sekali. Pukulan barusan hanya
beruntung. Hanya ada satu cara selamat: Kabur.
Karna panik, aku menabrak pak Husein di pintu kelas
saat aku melarikan diri. Sepertinya pak Husein tahu apa yang terjadi karena ia
menarik kerah bajuku agar aku tak melarikan diri. Pikiranku bekerja keras untuk
selamat dari situasi ini. Ohiya!
Sihir! Kuputuskan untuk tersenyum lebar ke pak Husein, Senyum terlebar yang
pernah kulakukan seumur hidup. Tapi pak Husein tidak berubah jadi patung. Argh, harusnya aku tahu sebelumnya,
sihirku tak cukup kuat untuk lelaki dewasa.
Aku dan Joseph dipanggil ke ruang BK. Di sana
kutemukan Mary yang matanya sembab tampak seperti orang habis menangis. Aku dan
Joseph didudukkan di kursi depan meja, Mary bersembunyi di balik punggung pak
Husein. Banyak guru lain yang terlihat. Wajar saja, seingatku ini kasus
perkelahian pertama sepanjang tahun ajaran.
Saat introgasi itu aku dan Joseph ditanyai apa saja.
Aku bukanlah pembohong, jadi kuceritakan semuanya. Tentang Mary si penyihir
mengerikan yang telah mencoba membunuhku dengan senyumnya, juga tentang Joseph
si dukun sialan yang menusuk jantungku dengan voodoonya di tangan Mary. Sebenarnya aku tak perlu menceritakan
tentang buku How to be a Witch yang kusembunyikan di perpustakaan, tapi aku
sudah kelewat bersemangat. Keluarlah semua cerita tentang aku yang telah sukses
jadi penyihir. Dan Jane korban pertamaku.
Gelak tawa meledak pada perut semua guru yang mendengar
kisahku. Salah satu dari mereka memberitahuku bahwa aku jatuh cinta. Aku hanya
mengangguk saja pura-pura percaya. Mary yang mendengar ceritaku langsung
menyembunyikan dirinya lebih dalam di balik punggung pak Husein. Pada akhirnya
aku dan Joseph diperbolehkan keluar setelah kami berjanji tak akan
mengulanginya lagi.
***
Hari-hari berikutnya berlalu dengan cukup tenang.
Kecuali sihirku yang sepertinya keluar kendali pada Jane. Aku tak tau kenapa ia
menamparku begitu tahu aku memegang tangan Mary, alasan terkuat adalah sihirku
yang salah guna lagi. Kusadari bahwa menjadi penyihir bukanlah sesuatu yang
mudah. Aku perlu menguasainya dengan baik sebelum menggunakannya. Kalau tidak,
tinjuan dan tamparan akan melayang ke pipimu. Seperti yang terjadi dengan
sihirku terhadap Joseph dan Jane.
Kuputuskan untuk belajar ilmu sihir lebih banyak
lagi. Dalam seminggu penuh aku nekat tidak masuk dua pelajaran pertama sebelum
istirahat, untuk mempelajari sihir di perpustakaan. Aku fokuskan diriku untuk
ilmu sihir, bukan yang lain. karna peperanganku belum berakhir. Dendamku pada
sihir-sihir Mary belum terbalas. Untung saja nilai-nilaiku cukup tinggi. Kalau tidak,
guru akan punya alasan untuk memberiku hukuman.
Belakangan ini aku sudah tidak merasakan tusukan Joseph
di jantungku. Yang kudengar dari desas-desus kelas adalah Joseph dan Mary
berkelahi dua hari setelah insiden tinju-tinjuanku dengan Joseph. Kutahan
senyumku saat mendengar berita ini, walaupun susah menahannya, aku tetap tak
mau orang di depanku menjadi patung.
***
Ilmu sihirku sudah terasa cukup kuat setelah
seminggu belajar di perpustakaan. Pagi itu aku menarik tangan Mary dan
membawanya ke belakang sekolah. Waktunya pembalasan. Aku tak akan kalah.
Kulihat pipi Mary sudah berwarna merah saat aku baru
mau melancarkan seranganku. Benar kan, kekuatanku sudah sangat super. Aku
kerahkan sihir memberhentikan jantung, kulihat matanya bulat-bulat. Mary
memandangku balik. Jantungku berdebar kencang. Ternyata duel ini lebih sulit
dari pada yang ku kira.
Serangan kedua adalah jurus patung. Aku tersenyum
sambil tetap memandang dalam matanya. Belajar dari pengalaman, senyum lebar tak
akan bekerja. jadi aku luncurkan senyum lembut penuh perasaan. Mary mematung.
Berhasil! Senyumanku berhasil membuatnya jadi patung! Tidak perlu basa basi aku
harus melancarkan pamungkas saat ini juga. Kusambar tangannya demi meluncurkan
sihir terakhirku; untuk membakar tubuhnya. Wajah Mary berubah merah padam.
Tepat sebelum aku kira aku menang, Mary mendorong
wajahnya mendekat. Genggaman tanganku dibalasnya erat. Ia membuka sedikit
mulutnya, Matanya terpejam hangat. lalu kurasakan bibir lembutnya menekan pelan
bibirku.
Aku mati. Otakku berenti bekerja, jantungku berhenti
berdegup, Paru-paruku terbakar hingga ke ubun-ubun. Apa-apaan ini. Kekuatan
yang tak pernah kubayangkan.
Mary melepaskan bibirku. Aku masih mematung. Ia
tersenyum, yang paling indah selama ini.
“Kamu lucu, arnold.” Ujarnya.
Detik ini juga aku percaya, bahwa cinta, adalah sihir
terkuat di alam semesta.
No comments:
Post a Comment