Sunday, February 1, 2015

Jurnal Sihir

Aku Arnold. Dan Mary, adalah penyihir wanita paling mengerikan yang pernah kukenal. Selama aku sekelas dengannya, dia telah berkali-kali menyihirku.  melewati kemampuanku untuk sekedar tahu.
Mary bisa menyihirku dari jarak jauh sekalipun ia ingin. Tinggal kirimi aku pesawat kertas, walaupun hanya sapa, kuyakin aku akan langsung ceria. Dan suasana kelas yang tadinya penuh angka dan jaring laba-laba, menjadi dunia pelangi jenaka dan kudamba.

Aku curiga, barangkali dia bisa membuatku meruntuhkan pemerintahan jepang jika dia memintaku. Atau mungkin dia bisa membuatku menciptakan patung liberty kedua di halaman rumahnya. Untung saja dia belum pernah memintaku melakukannya. Lebih tepatnya, ia belum sadar kalau ia adalah penyihir.
Huft, jika saja ia sudah tahu, mampus saja aku, tak ada lagi yang namanya kontrol tubuh untukku. Pasti setiap inci tubuhku sudah jadi miliknya, seluruh organku dapat dikendalikan olehnya. Mary dapat membuat jantungku lupa berdegup hanya dengan memandangku, atau membuat paru-paruku terbakar hanya dengan menyentuh tanganku, atau menyetop kerja otakku hanya dengan berbicara denganku. Segala hal serasa ada dalam genggamnya.
Mengerikan. Penyihir itu mengerikan. Mary si mengerikan.

***

Tanggal di mana Mary jadi penyihir tidak dapat kupastikan. Mary tidak langsung menjelma sebagai penyihir dalam satu malam. Butuh sebulan lebih untuknya memantapkan kekuatan. Bulan yang kumaksud adalah desember dan sedikit januari. Saat itu aku tak sengaja bertemu dengannya di toko buku. Entah percakapan apa yang berlangsung, tapi aku ingat sihir pertama yang ia lakukan; sihir patung. Persis kemampuan medusa, perempuan cantik berambut ular dari mitologi yunani yang membekukan siapapun yang melihat matanya. Tapi dia tidak menyihirku dengan matanya, ia melakukannya dengan senyumnya. Sihir patungnya bekerja di akhir percakapan saat dia melontarkan senyum penutup obrolan, dan baru lepas setelah lama ia berjalan ke kasir.
Sihir kedua terjadi di perpustakaan kota, akhir bulan desember. Hari minggu itu perpustakaan hampir tak berpengunjung, kecuali aku dan Mary. Kita berjanji mengerjakan tugas sejarah bersama. Sihirnya berlangsung sangat kuat dari pertama kali aku membuka pintu perpustakaan sampai aku pulang kerumah. Jenis sihir ini adalah tingkat atas, sangat rumit. Banyak sekali yang terjadi; Mary membuat kakiku gemetaran, darahku mengalir deras dan jantungku berpacu kencang. Yang paling parah adalah  mataku tak mau bergerak atas kemauanku sendiri, setiap pandangan kami bertemu pasti bola mataku bergerak ke tempat lain dengan sendirinya.
Sihir-sihirnya yang lain tak dapat kuingat dengan jelas. Sudah berjuta-juta kali ia melakukannya, Membuatku menjadi patung dan lain-lain. Aku heran kenapa sihirnya hanya bekerja padaku. Habisnya saat Mary tersenyum pada teman-temanku yang lain, tak ada yang menjadi patung. Dan tak ada yang menolak pandangan matanya ketika mereka berbicara dengannya.
Yang pasti saat ini tujuanku satu: Jadi penyihir. Aku harus bisa melawan Mary jika suatu saat ia menantangku berduel. Aku harus membalaskan dendamku! Tak mungkin aku diam saja setelah berjuta-juta kali disihirnya. Memangnya dia kira aku itu apa? Samsak latihan?
Kakekku pernah bilang, kalau perpustakaan adalah rumah untuk segala ilmu. Jadi aku habiskan semua waktu istirahatku untuk belajar ilmu sihir di perpustakaan sekolah. Membaca How to be a Witch: The Path of Nature karya Amber K. Kata penjaga perpustakaan buku ini tak boleh dipinjamkan. Aku hanya bisa membacanya di sekolah. Kutemukan buku ini secara tidak sengaja saat aku dan Mary mencari buku biologi. Ia tidak tahu kalau aku telah menemukan buku ini, posisinya sudah ku pindahkan dari rak ia berasal tanpa sepengetahuan penjaga perpustakaan, kulakukan itu agar Mary tak dapat menemukannya. Ia tak boleh menjadi lebih kuat daripada ini.

***

Diluar kuasaku, ternyata kemampuan Mary bertambah kuat dengan sendirinya. Ia tidak perlu lagi berbicara denganku untuk memberhentikan kerja otakku. Dia sudah ada di pikiranku sebelum aku menyadarinya. Ini gawat. Sangat gawat. Semua tugasku terganggu karna keberadaannya di benakku. Aku harus menjadi penyihir secepatnya, sebelum Mary dapat menghentikan jantungku hanya dengan tersenyum padaku. Ini ancaman kematian.

***

Di pertengahan semester aku menemukan penyihir lain. Kali ini laki-laki, Namanya Joseph. Sihirnya lebih kejam dari sihir Mary. Tapi cara kerjanya lebih aneh, tidak seperti Mary yang harus berinteraksi denganku untuk menyihirku, Joseph menyihirku dengan cara lain. Ia menciptakan sensasi tak nyaman di perutku saat ia mengobrol dengan Mary. Aneh bukan? Terkadang juga ia membakar seluruh tubuhku ketika ia tertawa bersamanya. Dan sihirnya yang paling parah bekerja di koridor sekolah, saat kulihat ia menggandeng tangan Mary, ia menusuk jantungku dengan pisau tak terlihat.
Sihirnya bertujuan untuk melukai, dadaku terasa sakit sekali.
Joseph si dukun. Yang menyakiti dengan boneka voodoo tak terlihat. Aku membencinya. Sialan. Ia telah menusukku berkali-kali dengan menggenggam tangan Mary. Joseph bukan penyihir sembarangan, rasa sakitnya makin lama-makin dahsyat. Kematian sudah dekat; Aku harus jadi penyihir secepatnya.
Setelah beberapa hari akhirnya aku menyelesaikan buku How to be a Witch. Jujur aku bukan pembaca yang handal. Tapi aku tahu kerja kerasku belajar sihir membuahkan hasil. Aku mencoba sihirku pada Jane, yang selalu memperhatikanku saat jam pelajaran semenjak aku mulai belajar sihir. Jane terpengaruh kekuatan yang tidak sengaja kukeluarkan. Jadi kucoba sihir patung kepadanya. Dan berhasil! Senyumku membuatnya mematung! Haha… tak sia-sia perjuanganku. Kucoba sihir jenis lain; Aku pegang tangannya saat tak ada siapapun di kelas, dan pipinya berubah merah, sangat merah. Itu artinya sihir membakarku sukses besar. Kebahagiaanku memuncak. Aku sudah jadi penyihir!



Keesokan harinya aku coba sihirku pada Joseph
Kutemukan Joseph di koridor saat jam pergantian pelajaran. Tanpa ragu, Kukerahkan senyum terlebarku ke wajahnya dengan tujuan membuatnya menjadi patung secara permanen. Tapi tak ada yang terjadi padanya. Aneh. Kucoba lagi, kali ini lebih lebar. Dan tetap tak ada yang terjadi padanya. Joseph hanya mengataiku orang aneh lalu berjalan meninggalkanku. Ini aneh. Padahal kemarin sihirku bekerja pada Jane, tapi kenapa Joseph tidak mempan kusihir? Ah, Aku akan mencoba sihir yang lain. voodoo.
Saat istirahat, aku pergi ke bangku Mary. Aku mengobrol bersamanya untuk mengulur waktu. Dan saat Joseph menghampiri kami, dengan cepat kupegang tangan Mary, kugenggam erat. Mata Joseph terbelalak. Yes! Berhasil! Sihirku berhasil! Rasakan itu, Joseph si dukun sialan. Rasakan sakitnya tusukan jantung yang berkali-kali kau lakukan padaku. Saat selanjutnya aku tak begitu ingat. Tiba-tiba ada tinju besar melayang di pipiku. HA! Joseph telah kehilangan kekuatan sihirnya. Dia sekarang menyakitiku lewat fisik. Sihirku bekerja sangat hebat, sampai-sampai membuat Joseph kehilangan kekuatan sihirnya. Tapi sekarang bukan waktunya memikirkan itu. Sekarang waktunya perang, Duel. Melawan dukun sialan dari neraka.
Aku bangkit dan memfokuskan mataku pada Joseph. Berjaga kalau-kalau ada tinju lain terbang. Benar saja, tangan kiri Joseph melaju ke perutku. Dengan reflek cahaya, aku menghidar. Ia meninju angin, Dan selagi ia meninju angin. Kudaratkan satu pukulan terbaikku ke pipinya. Ia terpental jauh. Selama ini ilmu yang kupelajari adalah ilmu sihir, bukan bela diri. Jadi kemungkinan aku menang melawannya sedikit sekali. Pukulan barusan hanya beruntung. Hanya ada satu cara selamat: Kabur.
Karna panik, aku menabrak pak Husein di pintu kelas saat aku melarikan diri. Sepertinya pak Husein tahu apa yang terjadi karena ia menarik kerah bajuku agar aku tak melarikan diri. Pikiranku bekerja keras untuk selamat dari situasi ini. Ohiya! Sihir! Kuputuskan untuk tersenyum lebar ke pak Husein, Senyum terlebar yang pernah kulakukan seumur hidup. Tapi pak Husein tidak berubah jadi patung. Argh, harusnya aku tahu sebelumnya, sihirku tak cukup kuat untuk lelaki dewasa.
Aku dan Joseph dipanggil ke ruang BK. Di sana kutemukan Mary yang matanya sembab tampak seperti orang habis menangis. Aku dan Joseph didudukkan di kursi depan meja, Mary bersembunyi di balik punggung pak Husein. Banyak guru lain yang terlihat. Wajar saja, seingatku ini kasus perkelahian pertama sepanjang tahun ajaran.
Saat introgasi itu aku dan Joseph ditanyai apa saja. Aku bukanlah pembohong, jadi kuceritakan semuanya. Tentang Mary si penyihir mengerikan yang telah mencoba membunuhku dengan senyumnya, juga tentang Joseph si dukun sialan yang menusuk jantungku dengan voodoonya di tangan Mary. Sebenarnya aku tak perlu menceritakan tentang buku How to be a Witch yang kusembunyikan di perpustakaan, tapi aku sudah kelewat bersemangat. Keluarlah semua cerita tentang aku yang telah sukses jadi penyihir. Dan Jane korban pertamaku. 
Gelak tawa meledak pada perut semua guru yang mendengar kisahku. Salah satu dari mereka memberitahuku bahwa aku jatuh cinta. Aku hanya mengangguk saja pura-pura percaya. Mary yang mendengar ceritaku langsung menyembunyikan dirinya lebih dalam di balik punggung pak Husein. Pada akhirnya aku dan Joseph diperbolehkan keluar setelah kami berjanji tak akan mengulanginya lagi.

***

Hari-hari berikutnya berlalu dengan cukup tenang. Kecuali sihirku yang sepertinya keluar kendali pada Jane. Aku tak tau kenapa ia menamparku begitu tahu aku memegang tangan Mary, alasan terkuat adalah sihirku yang salah guna lagi. Kusadari bahwa menjadi penyihir bukanlah sesuatu yang mudah. Aku perlu menguasainya dengan baik sebelum menggunakannya. Kalau tidak, tinjuan dan tamparan akan melayang ke pipimu. Seperti yang terjadi dengan sihirku terhadap Joseph dan Jane.
Kuputuskan untuk belajar ilmu sihir lebih banyak lagi. Dalam seminggu penuh aku nekat tidak masuk dua pelajaran pertama sebelum istirahat, untuk mempelajari sihir di perpustakaan. Aku fokuskan diriku untuk ilmu sihir, bukan yang lain. karna peperanganku belum berakhir. Dendamku pada sihir-sihir Mary belum terbalas. Untung saja nilai-nilaiku cukup tinggi. Kalau tidak, guru akan punya alasan untuk memberiku hukuman.
Belakangan ini aku sudah tidak merasakan tusukan Joseph di jantungku. Yang kudengar dari desas-desus kelas adalah Joseph dan Mary berkelahi dua hari setelah insiden tinju-tinjuanku dengan Joseph. Kutahan senyumku saat mendengar berita ini, walaupun susah menahannya, aku tetap tak mau orang di depanku menjadi patung.

***

Ilmu sihirku sudah terasa cukup kuat setelah seminggu belajar di perpustakaan. Pagi itu aku menarik tangan Mary dan membawanya ke belakang sekolah. Waktunya pembalasan. Aku tak akan kalah.
Kulihat pipi Mary sudah berwarna merah saat aku baru mau melancarkan seranganku. Benar kan, kekuatanku sudah sangat super. Aku kerahkan sihir memberhentikan jantung, kulihat matanya bulat-bulat. Mary memandangku balik. Jantungku berdebar kencang. Ternyata duel ini lebih sulit dari pada yang ku kira.
Serangan kedua adalah jurus patung. Aku tersenyum sambil tetap memandang dalam matanya. Belajar dari pengalaman, senyum lebar tak akan bekerja. jadi aku luncurkan senyum lembut penuh perasaan. Mary mematung. Berhasil! Senyumanku berhasil membuatnya jadi patung! Tidak perlu basa basi aku harus melancarkan pamungkas saat ini juga. Kusambar tangannya demi meluncurkan sihir terakhirku; untuk membakar tubuhnya. Wajah Mary berubah merah padam.
Tepat sebelum aku kira aku menang, Mary mendorong wajahnya mendekat. Genggaman tanganku dibalasnya erat. Ia membuka sedikit mulutnya, Matanya terpejam hangat. lalu kurasakan bibir lembutnya menekan pelan bibirku.
Aku mati. Otakku berenti bekerja, jantungku berhenti berdegup, Paru-paruku terbakar hingga ke ubun-ubun. Apa-apaan ini. Kekuatan yang tak pernah kubayangkan.
Mary melepaskan bibirku. Aku masih mematung. Ia tersenyum, yang paling indah selama ini.
“Kamu lucu, arnold.” Ujarnya.

Detik ini juga aku percaya, bahwa cinta, adalah sihir terkuat di alam semesta.

No comments:

Post a Comment