Sunday, March 8, 2015

Surat Rachel

Kamu ingat saat pertama kita bertemu? Tidak mungkin kamu bisa lupa. Momen seperti itu tidak datang dua kali dalam hidup kita. Jadi pasti kamu masih ingat, Iya kan?
AC kantin rumah sakit yang tidak dingin, selang infusku yang menjuntai, teh kemasan yang kamu benci tapi saat itu kamu haus sekali jadi kamu tidak punya pilihan lain. Di sana ramai, sampai-sampai kita tidak bisa menyembunyikan suara kita.

Kamu ingat itu semua? Bagaimana kita terdampar di meja yang sama. Bagaimana kamu gugup meladeniku.
Dari saat momen itu, kala kamu meneguk teh kemasanmu salagi mendengarkanku berbicara. Entah kenapa aku yakin, bahwa kamu lah priaku.
Kita pernah bertemu sekali sebelum aku masuk rumah sakit. Kamu tidak pernah tahu, karna saat itu kamu sedang tidur di bangku taman. Terlindung oleh selembar jaket. Jaket yang nantinya membuatku tahu bahwa kamu adalah orang yang sama.
Pertanyaan yang muncul pada benakku saat itu ya biasa saja. Kok bisa? Karna aku penasaran, saat itu aku menghampirimu dan menontoni wajah lelahmu. Aku tahu itu sedikit tidak sopan. Tapi saat itu kamu benar-benar manis, tak bisa kutahan. Maaf ya.
Sebenarnya, saat leukimia ku sembuh, aku langsung ingin mengontakmu. Tapi sayang aku tidak punya kontakmu. Jadi kita baru bertemu setahun setelahnya.
Yap. Di stasiun kereta. Jaketmu masih sama, maka wajar aku masih mengenalimu. Tapi kenapa kamu mengingatku, yah?
Tuh kan. Ternyata banyak yang belum kita bicarakan. Padahal besok kita genap dua tahun menikah. Kalau aku ingat-ingat, aku bahkan tidak tahu ukuran sepatumu, atau golongan darahmu.
Maafkan aku untuk tidak terlalu peka pada hal-hal kecil. Sebenarnya aku mau menceritakan alasan kenapa aku tidak bisa peka pada itu semua. Tapi, yah, alasan hanya sekedar alasan. Pada akhirnya semua tetap sama, aku tidak tahu hal-hal kecil tentangmu, alasan tidak membuatku jadi tiba-tiba tahu.
Maka dari itu, semua alasan yang kamu buat atas kepulanganmu yang makin hari makin larut itu tidak membuatku tergerak. Pada akhirnya kamu tetap pulang larut. Dan aku tetap tidur duluan, baru setelahnya kamu ikut. Kamu selalu langsung tidur. Padahal akan romantis jika kamu mengusap wajahku atau membelai rambutku sebelumnya. Tapi kamu tidak pernah. Sebenarnya aku selalu menunggu kamu melakukannya di kala aku pura-pura tak sadar.
Aku sering merindukanmu loh dirumah. Jika kamu cek di bawah lemari kita, kamu akan menemukan catatan-catatan yang kutulis selagi memikirkanmu. Catatan itu aku buat agar suatu saat kamu menemukannya. Sudah kah kamu?
Yah kurasa walaupun sudah, tetap saja kamu tidak akan kembali kepadaku.
Sebenarnya akan lebih baik jika kamu bilang bahwa kamu sudah jatuh cinta pada perempuan lain, ketimbang aku menemukannya sendiri. Sial. Sakit sekali membaca obrolanmu dengan Johanna.
Sebenarnya semua yang ingin kukatakan sudah ada di catatan-catatan di bawah lemari. Kamu baca, yah. Jangan sampai terlewat satu huruf pun. Kalau tidak nanti aku marah loh.
Dan jangan kamu pikir aku kabur hanya karena chatmu dengan Johanna. Tidak-tidak. Aku tahu semuanya. Semua yang kamu kira aku tidak tahu.
Selamat tinggal.
Semoga berita kematianku nanti bisa sampai.

Istrimu, Rachel.


Ps: 01/12. Timur Laut. 19/24. 3-3-3

No comments:

Post a Comment