Sampai sekarang
mayones masih tersasa aneh di lidahku. Padahal dia suka sekali makan salad
dengan mayones. Kalau aku, jangankan salad, sayur saja tak doyan. Katanya salad
itu sehat, dia berkali-kali meyakinkanku bahwa makanan rendah kalori itu bisa
bikin langsing. Lalu suatu hari saat aku makan malam dirumahnya, aku mencicipi sesendok
salad dari mangkoknya. Ada kombinasi menarik dari dua unsur menjijikan itu,
yang membuatku jatuh cinta seketika.
Kami
bertemu di antara rak sayur-sayuran supermarket. Dia tidak di sana untuk beli
sayur, tapi untuk berkenalan denganku. Di depan tomat dan brokoli, dia
pura-pura menanyakanku tentang sayur apa yang dibutuhkan untuk membuat
shabu-shabu. Aku tidak tahu apa itu shabu-shabu, jadi aku bilang kalau aku tak
suka masak. Kemudian tanpa kuingat dengan jelas kenapa dan bagaimana, siang itu
aku habiskan dengan mengitari supermarket bersamanya.
Belakangan
aku baru tahu kalau dia menghampiriku karena dia pikir aku manis. Entahlah,
bukan salahku juga aku terlahir dengan wajah seperti ini. Aku sendiri tak mau
jadi cantik jika pada akhirnya hanya akan mengundang cowo-cowo idiot yang cuma
tergila-gila pada penampilan. Tapi dia terus memujiku, awalnya aku kesal, tapi
siapa sih yang mampu menolak lelaki tampan kekar sepertinya.
“Tidak
ada yang tidak mungkin.” Pesan itu tertulis jelas padanya. Tanpa harus meneliti,
semua orang dapat membaca itu pada dirinnya. Eksistensinya sendiri adalah bukti
dari semangat itu. Apa-apa yang ia lakukan membuat orang-orang di sekitarnya
percaya bahwa hidup itu indah, dan mereka harus menikmati keindahan itu. Sebuah
pidato panjang tentang kehidupan disampaikan olehnya tanpa kata-kata, bahwa
hidup sangat singkat untuk dihabiskan dengan bermuram. Semua orang mendengar,
semua orang mengikuti, dan aku bohong jika kubilang aku bukan salah satu dari
mereka.
Di
pertemuan kedua kami yang direncanakan lewat pesan singkat, kami tahu bahwa
kami sama-sama suka makan. Dia suka makan hati, dan aku suka makan teman. Dia
mengaku semasanya sekolah sudah kurang lebih tiga puluh perempuan ia pacari.
Tidak ada yang berakhir bahagia, atau paling tidak tahan sebulan. Sedangkan aku,
adalah alasan di balik hancurnya puluhan hubungan cinta teman-temanku dengan
pacarnya.
Dunia
menyediakan misteri yang cukup untuk membuatku tidak peduli dengan banyak hal.
Dia bukan salah satunya. Dia adalah lelaki penggemar salad dan olahraga yang
suka menggoda wanita cantik, tetapi kadang dia menjadi sesuatu yang sepenuhnya
tidak kumengerti. Tidak hanya percakapan kami yang selalu terasa baru, dan
memang selalu ada hal baru. Tapi juga bagaimana dia bertingkah laku, yang
kukira aku sudah tahu semua tentang orang sepertinya, tapi ternyata tidak. Aku
bertemu dengannya di tempat-tempat yang tidak akan menemukannya. Kita selalu
saling bertukar “ngapain kamu disini?” Setiap kali bertemu di tempat-tempat
itu. Dan tempat yang paling tidak terduga, adalah rumahku.
Dia
membawa bunga dan cincin, keduanya basah. Hujan sedang deras diluar saat dia
mengetuk pintu rumah. Dia bilang dia mencintaiku, dan menawarkanku untuk
menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Aku menolaknya. Pertama, ini terlalu
cepat. Kedua, aku tidak tahu kenapa aku menolaknya.
Setelah
itu dia jarang bertemu denganku, semua pesanku tidak dibalas, Teleponku tidak
diangkat. Walaupun begitu dia masih senang bermain di mimpiku. Aku masih senang
mencarinya. Ponselku kupastikan selalu dekat, agar bisa langsung kuangkat
apabila dia menelpon.
Aku
tidak tahu bagaimana ceritanya, tapi sepucuk surat undangan penikahan terselip
di pintu pagarku. Dua nama tertulis di sampulnya; namanya, dan yang satu lagi
aku tidak kenal. Aku letakkan surat itu di atas meja makan. Siapa tahu ibu atau
adik ingin datang. Setidaknya, bantalku cukup tebal untuk meredam suara dan
untuk menyerap air.
Sampai
sekarang mayones masih terasa aneh di lidahku. Padahal dia suka sekali dengan
mayones. Tapi untukku, mayones hanya terasa asam dan menjijikkan. Seperti dia
dan segala tentangnya. Bagaimana pun juga, aku tidak bisa makan salad tanpa
mayones.
No comments:
Post a Comment